Rabu, 11 November 2009

SUMBER ILMU PENGETAHUAN

BAB I
PENDAHULUAN

Cabang filsafat yang membicarakan tentang sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan itu, adalah teori pengetahuan. Cabang ini membicarakan tentang epistimologi. Epistimologi membicarakan antaralain hakekat pengetahuan, yaitu apa sesungguhnya yang dimaksud dengan pengetahan itu?
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya mahluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya.
Pengetahuan diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti perasaan, pikiran, pengalaman, panca indra, dan intuisi, untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan objak, cara, dan kegunaaanya. Dalam Bahasa Inggris, jenis pengetahuan ini disebut Knowledge.
Pengetahuan ilmiah juga merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu, tetapi dengan memperhatikan objek yang ditelaah, carayang digunakan, dan kegunaan pengetahuan tersebut. Dengan kata lain, pengetahuan ilmiah memperhatikan objek ontology, landasan epistimologis, dan landasan aksiologis dari pengetahuan itu sendiri. Jenis pengetahuan ini dalam Bahasa Inggris disebut science.
pengetahuan itu diperoleh manusia melalui berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai alat. Ada beberapa aliran yang membicarakan tantang ini anatarlain: empirisme, rasionalisme, idealisme, positivisme, intuisi, wahyu, dan lain – lain.


BAB II
SUMBER ILMU PENGETAHUAN

A. CABANG FILSAFAT
Sebagaiman disiplin ilmu yang akan menjadi fokus kajian yang dikaitkan dengan penelitian yang akan dijadikan sebuah disertai maka perlu mengetahui kajian dalam dunia filsafah ilmu sebagai pisau analisisnya yang terdiri dari Ontologi, Estimologi, dan Aksiologi. Dimana ketiga hal tersebut saling memiliki keterkaitan dan keterikatan dan keterbatasan. Fungsi dan tugas pokok filsafat ilmu antara lain adalah mengembangkan ilmu, memberikan landasan filosofik untuk memahami berbagai konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu maupun membekali kemampuan membangun teori ilmiah. Subtansi kajian filsafat ilmu adalah antara lain mengenai kenyataan, kebenaran, tingkat kepastian atau konfirmasi, dan logika inferensi. Ontologi adalah objek apa yang dikaji sebagai akar ilmu, Epistimologi bagaimana cara mengkaji objek tersebut sebagai pondasi keilmuan dalam mencari kebenaran objek dari suatu disiplin ilmu (bagaimana cara memperoleh ilmu) yang akan melahirkan metodologi penelitian, dan Aksiologi bagaimana menggunakan hasil kajian tersebut.
Untuk lebih memahami darimana sumber ilmu pengetahuan itu diperoleh maka kita perlu memahami pengertian ontologi, epistimologi, dan aksiologi. ketiga hal tersebut pengertianya adalah sebagai berikut:
 ONTOLOGI
• Ontologi dalam bahasa Latin adalah ontologia, artinya sesuatu yang betul-betul ada. Dalam bahasa Yunani ont, ontos, artinya ada, atau keberadaan, logos artinya studi atau ilmu tentang. Menjadi ontologos, artinya kajian tentang hakikat yang ada, atau teori ilmu pengetahuan yang mengungkapkan tentang hakikat segala sesuatu yang ada.
• Cabang filsafah yang menggeluti tata dan struktur realitas dalam arti seluas mengkin yang menggunakan ketegori-ketgori seperti : ada / menjadi, aktualitas / potensialitas, nyata / tampak, perubahan, waktu, eksitensi / noneksistensi, esensi, keniscayaan, yang ada sebagai yang ada, ketergantungan pada diri sendiri, hal mencakupi diri sendiri, hal-hal terakhir, dasar.
• Cabang filsafat yang mencoba: a) melukiskan hakikat ada yang terakhir (Yang Satu, Yang Absolut, Bentuk Abadi Sempurna); b) menunjukkan bahwa segala sesuatu tergantung padanya bagi eksistensinya; c) menghubungkan pikiran dan tindak manusia yang bersifat individual dan hidup dalam sejarah dengan realitas tertentu.
 EPISTIMOLOGI
• Epistimologi pada intinya membicarakan tentang sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Berasal dari kata Yunani yaitu episteme, artinya pengetahuan atau ilmu pengetahuan, dan logos artinya juga pengetahuan atau informasi. Jadi dapat dikatakan epistimologi artinya pengetahuan tentang pengetahuan. Ataudakalanya disebut “teori pengetahuan”, dan adakalanya disebut filsafat pengetahuan (Loren Bagus, 1996: 212).
• Dalam Kamus Filsafat yang ditulis oleh Tim Penulis Rosda, mengungkapkan bahwa epistimologi mengandung arti adalah kajian tentang (1) asal-ususl; (2) anggapan dasar; (3) tabiat; (4) rentang, dan (5) kecermatan (kebenaran, keterandalan, keabsahan) pengetahuan. Adalah cabang filsafat yang menanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah pengetahuan itu ? Dari manakah datangnya pengetahuan? Begaimana ia dirumuskan, diekspresikan, dan dikomunikasikan? (1995: 96).

 AKSIOLOGI
• Louis O. Kattsoff (1992: 327) mendefinisian aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki tentang hakikat segala sesuatu. Di dunia ini terdapat banyak pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah nilai yang khusus, seperti ekonomi, estetika, etika, filsafat agama dan epistimologi. Estetika berhubungan dengan masalah keindahan, etika berhubungan dengan masalah kebaikan, dan epistimologi berhubungan dengan masalah kebenaran.
• Aksiologi merupakan analisis nilai-nilai. Maksud dari analisis tersebut adalah membatasi arti, ciri-ciri, asal, tipe, kriteria, dan status epistimologi dari nilai-nilai itu (Kamus Filsafat Tim Penulis Rosda, 1995: 30). Atau aksiologi berarti kajian terori umum yang menyangkut dengan nilai, atau suatu kajian yang menyangkut segala sesuatu yang bernilai (Bagus, 1996: 33).

B. Sumber Ilmu Pengetahuan
1. Menurut paradigma filsafat barat
Semua orang mengakui memiliki pengetauan. Persoalannya dari mana pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan didapat? Dari situ timbul pertanyan bagaimana caranya kita memperoleh pengetahuan atau darimana sumber pengetahuan kita? Pengetahua yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan berbagai alat yang menggunakan sumber pengetahuan tersebut. Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antaralain:
a. Idealisme
Pertama, idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari kata idea yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme atau nasionalisme menitik beratkan pada pentingnya peranan ide, kategori atau bentuk-bentuk yang terdapat pada akal sebagai sumber ilmu pengetahuan. Plato ( 427-347 SM), seorang bidan bagi lahirnya janin idealisme ini, menegaskan bahwa hasil pengamatan inderawi tidak dapat memberikan pengetahuan yang kokoh karena sifatnya yang selalu berubah-ubah (Amin Abdullah;1996). Sesuatu yang berubah-ubah tidak dapat dipercayai kebenarannya. Karena itu suatu ilmu pengetahuan agar dapat memberikan kebenaran yang kokoh, maka ia mesti bersumber dari hasil pengamatan yang tepat dan tidak berubah-ubah. Hasil pengamatan yang seperti ini hanya bisa datang dari suatu alam yang tetap dan kekal. Alam inilah yang disebut oleh guru Aristoteles itu sebagai "alam ide", suatu alam dimana manusia sebelum ia lahir telah mendapatkan ide bawaannya (S.E Frost;1966). Dengan ide bawaan ini manusia dapat mengenal dan memahami segala sesuatu sehingga lahirlah ilmu pengetahuan. Orang tinggal mengingat kembali saja ide-ide bawaan itu jika ia ingin memahami segala sesuatu. Karena itu, bagi Plato alam ide inilah alam realitas, sedangkan yang tampak dalam wujud nyata alam inderawi bukanlah alam yang sesungguhnya.
b. Empirisme
Paham selanjutnya adalah empirisme atau realisme, yang lebih memperhatikan arti penting pengamatan inderawi sebagai sumber sekaligus alat pencapaian pengetahuan (Harold H. Titus dkk.;1984). Aristoteles (384-322 SM) yang boleh dikata sebagai bapak empirisme ini, dengan tegas tidak mengakui ide-ide bawaan yang dibawakan oleh gurunya, Plato. Bagi Aristoteles, hukum-hukum dan pemahaman itu dicapai melalui proses panjang pengalaman empirik manusia. (Amin Abdullah;1996).
Dalam paradigma empirisme ini, sungguhpun indra merupakan satu-satunya instrumen yang paling absah untuk menghubungkan manusia dengan dunianya, bukan berarti bahwa rasio tidak memiliki arti penting. Hanya saja, nilai rasio itu tetap diletakkan dalam kerangka empirisme (Harun Hadiwiyoto;1995). Artinya keberadaan akal di sini hanyalah mengikuti eksperimentasi karena ia tidak memiliki apapun untuk memperoleh kebenaran kecuali dengan perantaraan indra, kenyataan tidak dapat dipersepsi (Ali Abdul Adzim;1989). Berawal dari sinilah, John Locke berpendapat bahwa manusia pada saat dilahirkan, akalnya masih merupakan tabula (kertas putih). Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, kemudian ia memiliki pengetahuan. Di dalam kertas putih inilah kemudian dicatat hasil pengamatan Indrawinya (Louis O. Katsof;1995). Empirisme adalah sebuah paham yang menganggap bahwa pengetahuan manusia hanya didapatkan melalui pengamatan konkret, bukan penalaran rasional yang abstrak, apalagi pengalaman kewahyuan dan institusi yang sulit memperoleh pembenaran factual.
David Hume, salah satu tokoh empirisme mengatakanbahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal, yaitu kesan-kesan (empressions) dan pengertian-pengertian atau ide-ide (ideas). Yang dimaksud kean-kesan adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman, seperti merasakan tangan terbakar. Yang dimaksud dengan ide adalah gambaran tentang pengamatan yang samara-samar yang dihasilka dengan merenungkan kembali atau terefleksikan dalam kesan-kesan yang diterima dari pengalaman.(Amsal Baktiar; 2002)
Berdasarkan teori ini, akal hanya mengelola konsep indrawi, hal itu dilakukannya dengan menyusun konsep tersebut atau membagi-baginya.(Muhammad baqir as-Shadar;1995). Jadi dalam empirisme, sumber utamauntuk memperoleh pengetahuan adalah data empiris yang diperoleh dari panca indra. Akal tidak berfungsi banyak, kalaupun ada, itu pun sebatas ide yang kabur.
Namun aliran ini mempunyai banyak kelemahan, antara lain:
1. Indra terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil, apakah ia benar-benar keci? Ternyata tidak. Keterbatasan indralah yang menggambarkan seperti itu. Dari sini akan terbentuk pengetahua yang salah.
2. Indra menipu, pada yang sakit malaria gula rasanya pahit, udara akan tersa dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga.
3. Objek yang menipu, contohnya fammorgana dan ilusi. Jadi obyek itu sebenarnya tidak sebagaimana ia ditangkap oleh indra, ia membohongi indra.
4. Berasal dari indra dan objek sekaligus. Dalam hal ini indra mata tidak mampu melihat seekor kerbau secara keseluruhan, dan kernau itu juga tidak dapt memperlihatkan badanya secara keseluruhan. Kesimpulannya ialah empirisme lemah karena keterbatasan indra manusia.
c. Rasionalisme
Paradigma selanjutnya adalah Rasionalisme, sebuah aliran yang menganggap bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui pertimbangan akal. Dalam beberapa hal, akal bahkan dianggap dapat menemukan dan memaklumkan kebenaran sekalipun belum didukung oleh fakta empiris. Faham rasionalisme dipandu oleh tokoh seperti Rene Deskrates (1596-1650), Baruch Spinoza (1632-1677) dan Gottfried Leibniz (1646-1716). Menurut kelompok ini, dalam setiap benda sebenarnya terdapat ide – ide terpendam dan proposisi - proposisi umum yang disebut proposi keniscayaan yang dapat dibuktikan sebagai kebenaran yang dapat dibuktikan sebagai kebenaran dalam kesempurnaan atau keberadaan verifikasi empiris.
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
Menurut aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme yang disebabkan kelemahan alat indra dapt dikoreksi, seandainya akal digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indra dalammemperoleh pengetahuan. Pengalaman indra diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja, etapi sampainya mausia kepada kebenaran adalah semata-mata akal. Laporan indra menurut rasionalisme merupakan bahan yang belu jelas, bahkan ini memungkinkan dipertimbangkan oleh akal dalam pengalaman berfikir. Akal mengatur bahan tersebut sehingga dapatlah terbentuk pengetahua yang benar. Jadi fungsi panca indra hanyalah untuk memperoleh data-data dari alam nyata dan akalnya menghubungkan data-data itu satu dengan yang lain.
Dalam penyusunan ini akal menggunakan konsep-konsep rasional atau ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata dan bersifat universal. Yang dimaksud prinsip-prinsip universal adalah abstraksi dari benda-benda konkret, seperti hukum kuasalitas atau gambaran umum tentang kursi. Sebaliknya bagi empirisme hukum tersebut tidak diakui.(Harun nasution;1995)
Akal, selain bekerja karena ada bahan indra, juga akal dapat menghasilkan pegetahuan yang tidak berdasarkan bahan indrawi sama sekali, jadi akal juga dapat menghasilkan pengetahan tentang objek yang betul-betul abstrak.
Tetapi rasionalisme juga mempunyai kelemahan, seperti mengenai criteria untuk mengetahui akan kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorag dalah jelas dan dapat dipercaya tetapi menurut orang lain tidak. Jadi masalah yang utama yang dihadpi kaum rasionalisme adalah evaluasi dari kebenaran premis-premis inisemuanya bersumber pada penalaran induktif, karena premis-premis ini semuanya bersumber pada penalaran rasional yang bersifat abstrak. Terbebas dari pengalaman maka evalusi yang semacam ini tidak dapat dilakukan.(Jujun S. Suriasumantri;1998).
d. Positivisme
Adanya problem pada empirisme dan rasionalisme yang menghasilkan metode ilmiah melahirkan aliran positivisme oleh August Comte dan Immanuel Kant. August Comte berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif sesuatu yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan.(Drs. Drs. H. Ahmad Syadali, M.A; 2004 :133). Kekeliruan indera dapat dikoreksi lewat eksperimen dan eksperimen itu sendiri memerlukan ukuran-ukuran yang jelas seperti panas diukur dengan drajat panas, jauh diukur dengan meteran, dan lain sebagainya. Kita tidak cukup mengatakan api panas atau metahari panas, kita juga tidak cukup mengatakan panas sekali, panas, dan tidak panas. kita memerlukan ukuran yang teliti. Dari sinilah kemajuan sains benar-benar dimulai. Kebenaran diperoleh dengan akal dengan didukung bukti-bukti empiris yang terukur.
Dalam hal ini Kant juga menekankan pentingnya meneliti lebih lanjut terhadap apa yang telah dihasilkan oleh indera dengan datanya dan dilanjutkan oleh akal denga melakukan penelitian yang lebih mendalam. Ia mencontohkan bagaimana kita dapat menyimpulkan kalau kuman tipus menyebabkan demam tipus tanpa penelitian yang mendalam dan eksperimen. Dari penelitian tersebut seseorang dapat mengambil kesimpulan bahwa ada hubungan sebab akibat antara kuman tipus dan demam tipus.
Pada dasarnya aliran ini (yang diuraikan oleh August Comte dan Immanuel Kant) bukanlah suatu aliran khas yang berdiri sendiri, tetapi ia hanya menyempurnakan emperisme dan rasionalisme yang bekerjasama dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran.

2. Menurut Saintis Islam
Alam ini merupakan sumber pengetahuan yang terbuka luas bagi setiap manusia. Alam yang memiliki hukum yang pasti dan konstan akan membentuk pengetahuan manusia. Karena hukum alam itulah manusia secara bertahap dapat mengendalikan alam dan mengadakan pengembangan melalui eksperimen dan riset secara berulang. Berbagai persoalan yang berkaitan dengan struktur, kondisi dan kualitas alam, secara bertahap dapat dikuasai dan diatasi manusia .
Hukum alam dan Al-Qur’an bersumber dari sumber yang sama, yakni Allah SWT. Oleh karena itu, alam mempunyai kaitan erat dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Di antara kaitan tersebut, Al-Qur’an memberikan informasi tentang keadaan alam pada masa yang akan datang, yang belum bisa diramalkan oleh ilmu pengetahuan. Al-Qur’an juga memberikan informasi peristiwa masa lampau yang hanya diketahui oleh kalangan yang sangat terbatas. Terkadang Al-Qur’an mempertegas penemuan para ahli dan terkadang memberi isyarat untuk dilakukan penyelidikan secara akurat, Al-Qur-an juga memberikan motivasi kepada para ilmuan untuk melakukan kajian atau pembahasan suatu persoalan dan memerintahkan agar mendiamkannya (tawakuf) serta menyerahkan segala urusanya kepada Allah SWT. Ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui kajian dan penelitian terhadap alam ini pada akhirnya akan menunjukkan kebesaran akan menunjukkan kebesaran Yang Maha Pencipta, yaitu Allah SWT, sebagaimana dinyatakan dalam surat Ali’Imran ayat 190 dan 191 :
Artinya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi. Dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal ( 190). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia ,Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Al-Imran ayat 191)

Di kalangan ilmuan muslim, banyak sekali penemuan ilmuan yang orisinal (sebagai hasil eksperimen, observasi, atau penelitian) yang terus dikembangkan dan menjadi milik dunia ilmu pengetahuan modern, termasuk yang kemudian dikembangkan oleh para ilmuan barat. Para ilmuan muslim, terutama yang muncul pada masa keemasan islam (abad ke 7-13) banyak memberi kontribusi pada perkembangan sains modern, seperti bidang kimia, optika, matematika, kedokteran, fisika, astronomi, geografi, sejarah dan ilmu-ilmu lainnya.
Muhammad Thalhah Hasan mengatakan, bahwa sumber ilmu pengetahuan itu adalah Allah, yang berbeda adalah proses dan cara Allah memberikan dan mengenalkan ilmu-ilmu tersebut kepada manusia dan mahluk-mahluk lainnya. Ada diantara ilmu-ilmu tersebut diberikan melalui insting, ada diantaranya yang diberikan melalui panca indera, ada lagi yang diperoleh melalui nalar (akal), adalagi yang ditemukan melalui pengalaman dan penelitian empirik, dan ada yang lain didapatkan melalui wahyu seperti yang didapatkan para Nabi/Rasul. Tetapi sumber dari semua ilmu itu adalah Allah, dan dari teologi inilah kemudian muncul istilah “trasendentalisasi ilmu”, yang artinya bahwa semua ilmu itu tidak dapat dilepaskan dari kekuatan dan kekuasaan Tuhan dan keyakinan seperti ini akan mempengaruhi konsep dan system pendidikan islam
Kalaau dibarat ilmu pengetahuan beranjak dari “premis kesangsian”, maka dikalangan agama samawi, termasuk islam, ilmu-ilmu itu bersumber dari “premis keimanan”, suatu keimanan yang memberikan keyakinan, bahwa kebenaran yang absolute itu hanya ada pada wahyu, termasuk kebenaran ijtihadi dalam upaya menafsirkan wahyu tersebut. Al-qur’an dan As-Sunah yang sahih mempunyai tingkat kebenaran absolute, tetapi ilmu-ilmu ijtihadi seperti ilmu kalam atau ilmu fiqih dan lain-lain, tingkat kebenarannya adalah relative. (Muhammada Talhah Hasan, 2006: 39)
Allahlah sumber segala ilmu pengetahuan, sedangkan ilmu yang dikuasai manusia selama ini sangat terbatas dan sedikit sekali apa bila dibandingkan dengan ilmu Allah. Tuhan telah memberikan ilmu-Nya kepada manusia dan mahluk-mahluk lainnya seperti malaikat, dengan beberapa cara seperti dengan ilham, instink, indra, nalar (reason), pengalaman dan lain sebagainya. Atau dengan istilah lain, melalui penelitian dan survey, juga melalui penelitian laboratories, dan ada juga yang melalui kontemplasi/perenungan yang tajam dan melalui informasi wahyu yang diterima para Rasul Allah. Itu semua merupakan cara-cara yang digunakan oleh Allah untuk memberi ilmu pengetahuan, informasi, kemampuan nalar dan kecakapan kepada manusia, tetapi sumbernya tetaplah Allah.
Prof. DR. Cecep Sumarna mengatakan, bahwa dikalangan filosof dan saintis muslim berkembang sebuah pemikiran bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah wahyu. Bagi umat islam hal itu termanifestasi dalam bentuk Al-Qr’an dan As-Sunah. Sumber Al-Qur’an ini bukan hanya mendampingi sumber pengetahuan lain, misalnya sumber empiris yang faktual/induktif dan rasional/deduktif. Al-Qur’an bahkan dapat dianggap pemegang otoritas lahirnya ilmu. Dalam perspektif islam, alam menjadi sumber empiris pengaruh modern, adalah wahyu Tuhan juga. Ia adalah symbol terendah dari Tuhan Yang Maha Tinggi dan sekaligus Maha Qudus. (Prof. DR. Cecep Sumarna; 2008:111). Selain empiris dan rasional, sumber ilmu pengetahuan yang lain adalah intuisi dan wahyu. Melalui intuisi manusia mendapati ilmu pengetahuan secara langsung tidak melalui proses penalaran tertentu, sedangkan wahyu adalah pengetahuan yang didapati melalui “pemberian” Tuhan secara langsung kepada hamba-Nya yang terpilih yang disebut Rasul dan Nabi.
DR. Ahmad tafsir mengatakan, bahwa menurut Al-Qur’an semua pengetahuan datang dari Allah, sebagian diwahyukan kepada orang yang dipilih-Nya, sebagian lain diperoleh manusia dengan menggunakan indra, akal, dan hatinya. Pengetahuan yang diwahyukan mempunyai kebenaran yang absolute, sedangkan pengetahuan yang diperoleh dari indra kebenarannya tidak mutlak. (DR. Ahmad tafsir; 2008: 8)
Bagi orang islam sumber pengetahuan adalah Allah, tidak ada pengetahuan selain yang datang dari Allah. Sumber pertama itu sekarang ini adalah Al-Qur’an atau hadits Rasul. Demikian Al-Ghazali berpendapat, tidak akan bisa sampai pada pengetahuan yang meyakinkan tersebut bila ia bersumber dari hasil pengamatan indrawi (hissiyat) dan pemikiran yang pasti (dzaruriyat). (Al-Ghazali, 1961). Dari sini terlihat dengan jelas bahwa Al-Ghazali telah menggabungkan paradigma empirisme dan rasionalisme. Tetapi, bentuk pemaduan tersebut tetap dilakukan secara hierarkis, bukan dalam rangka melahirkan sintesa baru diantara keduanya itu. Terhadap hasil pengamatan indrawi, Al-Ghazali akhirnya berkesimpulan bahwa :
"Tentang hal ini aku ragu-ragu, karena hatiku berkata : bagaimana mungkin indra dapat dipercaya, penglihatan mata yang merupakan indera terkuat adakalanya seperti menipu. Engkau misalnya, melihat bayang-bayang seakan diam, padahal setelah lewat sesaat ternyata ia bergerak sedikit demi sedikit, tidak diam saja. Engkau juga melihat bintang tampaknya kecil, padahal bukti-bukti berdasarkan ilmu ukur menunjukkan bahwa bintang lebih besar dari pada bumi. Hal-hal seperti itu disertai dengan contoh-contoh yang lain dari pendapat indera menunjukkan bahwa hukum-hukum inderawi dapat dikembangkan oleh akal dengan bukti-bukti yang tidak dapat disangkal lagi". (Al-Ghazali,1961).
Dari pernyatan tersebut jelas sekali di mata Al-Ghazali paradigma empirisme yang lebih bertumpu pada hasil penglihatan inderawi, tidak dapat dijadikan sebagai bentuk pengetahuan yang menyakinkan lagi, sebab kebenaran yang ditawarkan bersifat tidak tetap atau berubah-ubah. Kredibilitas akal, karena itu, juga tidak luput dari kuriositas Al-Ghazali terhadap hakikat yang sedang dicari-carinya. Kredibilitas akal diragukan, karena kekhawatirannya, jangan-jangan pengetahuan aqliyah itu tidak ada bedanya dengan seseorang yang sedang bermimpi, seakan-akan ia mengalami sesuatu yang sesungguhnya, tetapi ketika ia siuman nyatalah bahwa pengalamannya tadi bukanlah yang sesungguhnya terjadi." (Al-Ghazali,1961). .









BAB III
PENUTUPAN DAN KESIMPULAN

Banyak paradigma filosof barat dan saintis islam yang mengemukakan tentang sumber ilmu pengetahuan, dan mereka semuanya mempunyai pedomannya masing-masing, diantaranya adalah :
 Idealisme atau nasionalisme menitik beratkan pada pentingnya peranan ide, kategori atau bentuk-bentuk yang terdapat pada akal sebagai sumber ilmu pengetahuan. Plato menegaskan bahwa hasil pengamatan inderawi tidak dapat memberikan pengetahuan yang kokoh karena sifatnya yang selalu berubah-ubah.
 Kemudian empirisme atau realisme, yang lebih memperhatikan arti penting pengamatan inderawi sebagai sumber sekaligus alat pencapaian pengetahuan Dalam paradigma empirisme ini, sungguhpun indra merupakan satu-satunya instrumen yang paling absah untuk menghubungkan manusia dengan dunianya, bukan berarti bahwa rasio tidak memiliki arti penting. Hanya saja, nilai rasio itu tetap diletakkan dalam kerangka empirisme
 Paradigma selanjutnya adalah Rasionalisme, sebuah aliran yang menganggap bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui pertimbangan akal. Dalam beberapa hal, akal bahkan dianggap dapat menemukan dan memaklumkan kebenaran sekalipun belum didukung oleh fakta empiris.
 Di kalangan ilmuan muslim, banyak sekali penemuan ilmuan yang orisinal (sebagai hasil eksperimen, observasi, atau penelitia) yang terus dikembangkan dan menjadi milik dunia ilmu pengetahuan modern, termasuk yang kemudian dikembangkan oleh para ilmuan barat.
 Muhammad Thalhah Hasan mengatakan, bahwa sumber ilmu pengetahuan itu adalah Allah, yang berbeda adalah proses dan cara Allah memberikan dan mengenalkan ilmu-ilmu tersebut kepada manusia dan mahluk-mahluk lainnya.
 Selain empiris dan rasional, sumber ilmu pengetahuan yang lain adalah intuisi dan wahyu. Melalui intuisi manusia mendapati ilmu pengetahuan secara langsung tidak melalui proses penalaran tertentu, sedangkan wahyu adalah pengetahuan yang didapati melalui “pemberian” Tuhan secara langsung kepada hamba-Nya yang terpilih yang disebut Rasul dan Nabi.
 DR. Ahmad tafsir mengatakan, bahwa menurut Al-Qur’an semua pengetahuan datang dari Allah, sebagian diwahyukan kepada orang yang dipilih-Nya, sebagian lain diperoleh manusia dengan menggunakan indra, akal, dan hatinya. Pengetahuan yang diwahyukan mempunyai kebenaran yang absolute, sedangkan pengetahuan yang diperoleh dari indra kebenarannya tidak mutlak.
 Bagi orang islam sumber pengetahuan adalah Allah, tidak ada pengetahuan selain yang datang dari Allah. Sumber pertama itu sekarang ini adalah Al-Qur’an atau haditsRasul.











DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 19996
Baktiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafondo Persada, 2004
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005
Kattsoff, O.Louis, Element of Philosophy, USA: The Ronald Press Company, 1987
Sumarna, Cecep, Filsafat Ilmu, Bandung: Mulia Press, 2008
Syadali, Ahmad, Dkk, Filsafat Umum, Bandung; CV. Pustaka Setia, 2004
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Pengantar Populer, Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 1998
Tafsir, Ahamd, Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2008
Thalhah Hasan, Muhammad, Dinamika Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Jakarta: Lantabora Press. 2006
Hadi Wijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat I, Jogjakarta: Kanisius, 1980

4 komentar:

  1. Mantap kag mampir ya kag ke blog saya
    Jasa service AC di medan
    http://rtcdelitua.blogspot.co.id/

    BalasHapus
  2. The Wedding Rings - Tioga Springs - Titanium Art
    Tioga Springs used ford escape titanium - The Wedding Rings - Tioga Springs. View details, photos and reviews. Contact Info. babylisspro nano titanium hair dryer About Tioga titanium mens wedding band Springs. Contact. titanium 4000 Tioga Springs, titanium alloys OK.

    BalasHapus